Sabtu, 26 Agustus 2017

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


Nata de coco merupakan produk hasil proses fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas Acetobacter xylinum. Nata berasal dari bahasa spanyol yang artinya terapung. Ini sesuai dengan sifatnya yaitu sejak diamati dari proses awal terbentuknya nata merupakan suatu lapisan tipis yang terapung pada permukaan yang semakin lama akan semakin tebal. Nata De Coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri dari senyawa selulosa (dietry fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata.
Semula industri nata de coco dimulai dari adanya industri rumah tangga yang menggunakan sari buah nenas sebagai bahan bakunya. Produk ini dikenal dengan nama nata de pina. Dikarenekan nenas sifatnya musiman, pilihan itu jatuh kepada buah kelapa yang berbuah sepanjang tahun dan dalam jumlah yang cukup besar serta ditemukan secara merata hamper diseluruh pelosok tanah air. Di skala industri, nata de coco sudah dikenal sejak diperkenalkannya pada tahun 1975. tetapi, sampai saat ini, industri nata de coco masih tergolong sedikit (di Indonesia). Padahal jika melihat prospeknya dimasa mendatang cukup enggiurkan. Akhir-akhir ini, Negara berkembang sedang melirik industri nata de coco.
Pada prinsipnya untuk mengha-silkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu disediakan media yang dapat mendukung aktivitas Acetobacter xylinum untuk memproduksi selulosa ekstra seluler atau yang kemudian di sebut nata de coco.
Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon(C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Nata yang dihasilkan tentunya bisa beragam kualitasnya. Kualitas yang baik akan terpenuhi apabila air kelapa yang digunakan memenuhi standar kualitas bahan nata, dan prosesnya dikendalikan dengan cara yang benar berdasarkan pada factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum yang digunakan. Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal, dan prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata tanpa meninggalkan residu sedikitpun. Oleh sebab itu, definisi nata yang terapung di atas caian setelah proses fermentasi selesai, tidak berlaku lagi.
Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam asetat. Pada ummumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai suplemen pembuatan anta de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa karbohidrat sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata. Adapun dari segi warna yang paling baik digunakan adalah sukrosa putih. Sukrosa coklat akan mempengaruhi kenampakan nata sehingga kurang menarik. Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen organic, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun Nitrogen an organic seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan ammonium slfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber nitrogen organic. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik ada yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud adalah murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organic dan anorganik lain bias digunakan.
Acetobacter Xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar , micron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bias membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil dan dengan pewarnaan Gram menunjukkan Gram negative.
Bakteri ini tidka membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Factor lain yang dominant mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian.
Factor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperature, dan udara (oksigen. Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bias berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Meskipun bakteri Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28 – 31 0 C. bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi.

Daftar pustaka

Astawan M. 20 Feb 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas: 10 (klm 7‐8)
          Jumadi, Oslan dkk. 2015. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Jurusan Biologi FMIPA                    UNM. Makassar.
Purnomo, Bambang, 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Pertanian UNIB.                       Bengkulu
Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air kelapa Sebagai Bahan Baku Pembuatan                 Nata De coco. Malang. FMIPA UM.
Susilawati L, Mubarik NR. 2002. Pembuatan Nata de Coco dan Nata de Radia. Laboratorium             mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA IPB, Bogor.

Pengolahan Brem padat

Pengolahan Brem padat





Proses Fermentasi Brem Padat

Proses fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan brem. Proses fermentasi meliputi empat tahap penguraian. Tahap pertama, molekul-molekul pati akan dipecah menjadi dekstrin dan gula-gula sederhana. Proses ini merupakanhidrolisis enzimatis.
Tahap kedua, gula yang terbentuk akan diolah menjadi alkohol. Tahap ketiga, alkohol kemudian diubah menjadi asam organik oleh bakteri Pediococcus danAcetobacter melalui proses oksidasi alkohol. Tahap keempat, sebagian asam organik akan bereaksi dengan alkohol membentuk cita rasa yang khas, yaitu ester. 
Enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida selama fermentasi adalah enzim zimase yang dihasilkan oleh khamir Saccharomyces cereviseae. Dalam proses fermentasi, selain alkohol, juga terbentuk asam piruvat dan asam laktat. Asam piruvat adalah produk antara yang terbentuk pada hidrolisis gula menjadi etanol dan dapat diubah menjadi etanol atau asam laktat. Perubahan asam piruvat menjadi asam laktat dikatalisis oleh bakteri Pediococcus pentasaeus.

 Bahan Baku Pembuatan Brem Padat
Bahan baku yang sering digunakan dalam pembuatan brem adalah beras ketan (Oryza sativa var glutinosa), baik beras ketan putih maupun hitam. Jenis umbi-umbian jarang digunakan. Beras ketan merupakan beras dengan kadar amilopektin yang sangat tinggi, nasinya sangat mengilap, sangat lekat, dan kerapatan antarbutir nasi tinggi, sehingga volume nasinya sangat kecil. Rasio antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera, dan lengket atau tidaknya nasi. Semakin kecil kadar amilosa atau semakin tinggi amilopektin, semakin lengket nasinya. Sifat kelengketan beras ketan menentukan baik buruknya produk brem padat. 
Hasil penelitian Winarno (1982) menunjukkan bahwa zat kimia yang paling banyak terdapat dalam brem padat adalah gula, pati terlarut, dan asam laktat. Brem padat merupakan sumber gula yang baik. Di dalam 100 gram brem terkandung 65,18 g gula, sehingga rasanya manis dan sekaligus sebagai sumber energi yang baik. Komposisi kimia brem padat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 

Tabel 1. Komposisi Kimia per 100 gram brem padat
Senyawa kimia
Kadar (%)
Gula (g)
65,18
Pati (g)
4,56
Air (g)
18,87
Total asam (g)
1,58
Lemak (g)
0,11
Protein (g)
0,42
Padatan terlarut (g)
1,34

  Cara Pembuatan Brem Padat
Tahapan pembuatan brem padat adalah pencucian dan perendaman beras ketan, pengukusan, peragian dan fermentasi, pengepresan, pemekatan, pengadukan, pencetakan dan pengemasan. Tahapan pembuatan brem padat dapat diuaraikan sebagai berikut:
   1.       Pencucian dan Perendaman
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku sedangkan perendaman berperan dalam hidrasi molekul pati untuk memudahkan proses gelatinisasi. Perendaman dapat menyebabkan hidrasi pada granula pati sehingga pati dapat tergelatinisasi dengan baik jika dipanaskan, jumlah air yang terserap 30%. 
   2.       Pengukusan
Proses pengukusan dapat mensterilkan bahan baku sehingga dapat mengontrol tahap fermentasi lebih baik. Beras yang masak atau tanak dapat diperoleh dari pengukusan selam 30 – 60 menit dihitung saat uap air mulai terpenetrasi ke dalam bahan. Selama pengukusan beras akan menyerap air 7% – 12% dari berat awal pengukusan. Total penyerapan air sebanyak 35 – 40% dapat menghasilkan beras tanak yang baik untuk difermentasikan.
Menurut Winarno (1992), gelatinisasi pati adalah proses pembengkakan granula pati yang bersifat irreversibble. Apabila suspensi pati dalam air dipanaskan akan terjadi tiga tahapan pengembangan granula. Tahap pertama terjadi di air dingin, garnula pati akan menyerap air sebanyak 25% - 30% dari beratnya. Tahap ini bersifat reversibble. Tahap kedua terjadi pemanasan sampai suhu 65°C. Pada tahap ini mulai terjadi pembengkakan granula yang bersifat irreversibble. Selama fase ini terlihat perubahan granula dan sebagian besar molekul pati terlarut terlepas keluar dari granula. Tahap ketiga terjadi pada pemanasan di atas 65°C. Pada fase ini terjadi pembengkakan garnula pati yang luar biasa dan pada akhirnya granula pati akan pecah.
   3.       Peragian dan Fermentasi
Ragi diberikan setelah bahan yang dikukus dingin. Ragi terlebih dahulu dihaluskan untuk memudahkan inokulasi (Haryono, 1994). Brem padat dapat diperoleh penggunaan ragi 0,5% dengan waktu fermentasi yang cukup panjang (Harijono,Wijayana, Purwaningsih dan Wibawanto, 1994).
Menurut Fardiaz, Sasmito dan Sugiyono (1996) proses utama pada fermentasi tape terbagi dua tahap yaitu, tahap pertama merupakan pemecahan pati menjadi gula sederhana yang menimbulkan rasa manis dan membentuk cairan dimana konversi pati menjadi gula sederhana dilakukan oleh kapang dengan enzim amilase. Tahap berikutnya fermentasi sebagian gula menjadi asam organik, alkohol dan senyawa- senyawa cita rasa. Konversi gula menjadi alkohol dilakukan oleh khamir. Pemecahan gula menjadi alkohol ini melalui proses yang disebut glikolisis dimana gula diubah menjadi etil alkohol. Proses glikolisis ini cenderung terjadi pada kondisi anaerob. Proses esterifikasi pada fermentasi tape antara asam dan alkohol menghasilkan ester yang membentuk cita rasa khas tape. 
   4.       Pengepresan dan Pemekatan
Pengepresan dimaksudkan untuk mendapatkan air/sari tape. Pengepresan dilakukan secara perlahan – lahan sehingga filtrat yang keluar akan lebih banyak. Menurut Soesanto dan Saneto (1994), ekstraksi cairan tape dengan cara pengepresan ditujukan untuk mendapatkan cairan tape sebanyak – banyaknya.
Pemekatan bertujuan untuk mengurangi sebagian air yang ada. Pemekatan dilakukan dengan pemanasan sampai didapatkan konsentrasi tertentu. Selama proses pemekatan terjadi reaksi maillard (reaksi antara gula reduksi dan asam – asam amino yang distimulasi dengan pemanasan) sehingga semakin lama pemekatan, maka pembentukkan warna coklat semakin sempurna. Proses tersebut menimbulkan flavor khas pada brem. Proses pemekatan dilakukan dengan pemanasan pada suhu 90°C selama tiga jam.
   5.      Pengadukan
Proses pengadukan bertujuan untuk memperoleh kristal – kristal  yang baik, pengadukan yang kuat pada larutan pekat akan menimbulkan kristal – kristal  kecil dengan tekstur halus. Apabila larutan tersebut mencapai titik jenuh maka kristal akan terbentuk karena adanya tenaga yang menyebabkan bergabungya komponen – komponen terlarut membentuk inti kristal.
   6.       Pengemasan
Pengemasan brem tergolong sederhana. Apabila menggunakan pengemasan biasa, produk diletakkan di atas kertas roti dan karton, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik jenis Low Density Polyethylene (LDPE).

Tabel 1. Standar Mutu Brem Padat Indonesia
Kadar Air
Max 16%
Kadar Abu
Max 0,5%
Jumlah Karbohidrat dihitung sebagai Pati
60 – 70 %
Pemanis Buatan Tidak ternyata Derajat asam (ml NaoH 1 N/100 gram)
Max 15 %
Bagian tak Terlarut dalam Air
Max 1 %
Logam Berbahaya (Cu, Pb, Hg, Zn dan As)
0
Jamur / bakteri bentuk Coli
0

Brem sebagai makanan beralkohol, jika dikonsumsi secukupnya, bermanfaat mencegah stroke dan penyakit jantung. Sebaliknya, menjadi mudarat dan penyebab penyakit-penyakit tersebut bila kita berlebihan mengonsumsinya.
Nah dampak negatif dan kerugian dari mengkonsumsi makanan atau minuman ber-alkohol tinggi tentu diantara kita jg sudah sangat mengetahui. Untuk itu maka sangat disarankan untk mengkonsumsi minuman ber-alkohol secara bijak dan sesuai dgn aturan. Indikator yg baik untk efek yg terjadi setelah mengkonsumsi minuman ber-alkohol adalah mengukur kadar / kandungan alkohol dlm darah. Pada saat kandungan alkohol dlm darah mencapai 5% (5 bagian alkohol per 100 bagian cairan darah), pengkonsumsi akan mengalami sensasi positif yaitu rileks dan mengalami euforia. Saat kandungan alkohol sudah di atas 5% peminum akan kehilangan kendali dlm berbicara, keseimbangan badan dan jg emosi tak terkendali. Naik lagi 0,1% peminum akan mabuk total, 0,2% bisa menyebabkan pingsan, hingga 0,3% bisa menyebabkan koma dan jika mencapai kenaikan 0,4% kemungkinan terbesar si peminum akan tewas.
 
DAFTAR PUSTAKA
          Djutikah, E., Bintarawati, B. D., dan Pattinggi, R., 1998. Pengembangan Proses dan Peralatan Pembuatan Kue dan Minuman Brem dari Buah-buahan Tropis. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Surabaya.
         Fardiaz, S., Sasmito, Y. A. dan Sugiyono., 1996. Studi Fermentasi Tape Rendah Alkohol.Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 1 (1) : 27 – 33.
         Harijono, Wijayana. S., Purwaningsih. I. dan Wibawanto. A., 2000. Pengaruh Penambahan Sorgum Dan Kepekatan Adonan terhadap kualitas Brem Padat. Jurnal Makanan Tradisional Indonesia Vol. 1 no. 1.
        Setyorini, 2003. Pengaruh Proporsi air Tape (Ubi Jalar dan Ketan) dan Lama Pengadukan Terhadap Kualitas Brem Padat. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
         Sudarmadji, S., Kasmidjo, R., Sardjono., Wibowo, D., Margiono, S., dan E. S. Rahayu., 1989. Mikrobiologi  Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
           Susanto. T, dan Saneto, B., 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya.
           Winarno. F.G. dan Fardiaz, S., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.
           Winarno. F.G., 1982. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.
           Winarno. F.G., 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia. Jakarta.