Jumat, 09 Maret 2018


BERSAMA MENGGAPAI ASA

Oleh : Fitri Ulandari



Kuliah, sebuah kata yang sangat di dambakan oleh semua orang saat masih SMA bahkan saat SMP dan SD seseorang sudah merencanakan jalan hidup yang akan ditempuh nya. Seiring berjalan waktu keinginan tersebut semakin membesar semakin menjadi jadi dan semakin bersemangat saat masa masa mendekati kelulusan Sekolah Menengah Atas.

Ada yang memiliki jalan pilihan sendiri ingin menempuh kuliah dimana, atau bahkan mendapat saran dari orang tua, kakak tingkat bahkan guru guru di sekolah, tetapi dengan fasilitas yang terbatas, ekonomi yang kurang mendukung terkadang menjadi hambatan atau luntur nya semangat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Pada liburan kuliah kali ini saya dan teman teman HIPMA KMB (Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Keluarga Muara Bengkal) melakukan gerakan Kuliah Tak Gentar yang di adakan oleh beastudi etos termasuk dari program Dompet Dhuafa di bidang pendidikan yaitu meningkatkan semangat adik adik SMA yang ingin melanjutkan kuliah , menyampaikan informasi berbagai beasiswa yang ada di perguruan tinggi sehingga adik adik SMA memiliki kemauan dan keberanian kembali untuk melanjutkan kuliah. Saya melakukan gerakan Kuliah Tak Gentar khusus nya di kampong halaman saya sendiri di kec.Muara Bengkal yang masih minim nya informasi kuliah dan informasi beasiswa karena di kampong halaman saya akses internet sangat terbatas oleh cuaca, apabila cuaca sedang buruk maka akan hilang akses internet ber hari hari sampai cuaca kembali cerah. Di kampong halaman saya hanya mempunyai 1 SMAN dan 1 SMKN yang berdiri di kecamatan Muara Bengkal.

Dari Samarinda menuju tempat untuk sosialisasi yaitu di kec. Muara Bengkal diakses dengan jalan darat dengan waktu 5 jam apabila jalan kering dan tidak hujan dan sampai menginap di jalan apabila jalan yang diakses hujan  dan jalan menjadi licin sehingga tidak bia di lalui ileh kendaraan baik motor maupun mobil sehingga menunggu jalan menjadi keering atau menunggu jalan di perbaiki baru bias di lewati oleh kendaraan.

Jalan yang diakses sebagian besar merupakan jalan milik perusahaan yang sehari hari di lewati oleh mobil mibil besar yang mengangkut pohon yang sudah di tebang dan mobil mengangkut buah sawi yang sudah di panen, sehingga tidak jalan yang di lewati masih tanah dan menjadi licin apabila terjadi turun nya hujan.

Di sepanjang jalan mata di manjakan dengan suguhan pemandangan yang indah dengan pohon pohon yang masih hijau dan alam yang masih asri, udara yang segar sehingga membuat kita merasa berkurang dengan lelah nya perjalanan yang panjang.

Pada saat pelaksanaan gerakan Kuliah Tak Gentar kita melakukan sosialisasi di sekolah kita mendapat sambutan yang hangat dan antusias dari siswa yang ada di sekolah tersebut, terlihat sekali kesenangan dan rasa ingin tahu yang terdapat dari wajah wajah murid murid yang hadir saat sosialisasi. Senang rasa nya bias membantu menyampaikan informasi bagi adik adik di sekolah yang kami datangi, senang sekali bahwa di kampong yang jauh dari perkotaan ini adik adik sangat bersemangat sekali untuk mengetahui dunia luar dunia kampus yang selama ini mereka bayangkan, itu terlihat sekali saat selesai menyampaikan informasi banyak sekali berbagai pertanyaan yang muncul dari siswa dan siswi di sekolah.
Harapan nya nanti bias bertemu di puncak kesuksesan bersama orang orang yang memilii semangat juang yang sama, semangat untuk ingin menggapai mimpi, semangat untuk membuat hidup lebih baik. Jangan pernah pas dengan apa yang kita miliki sekarang teruslah belajar dan terus belajar dan teruslah bermanfaat bagi orang lain, bagi keluarga, bagi agama, nusa dan bangsa.







Sabtu, 26 Agustus 2017

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


Nata de coco merupakan produk hasil proses fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas Acetobacter xylinum. Nata berasal dari bahasa spanyol yang artinya terapung. Ini sesuai dengan sifatnya yaitu sejak diamati dari proses awal terbentuknya nata merupakan suatu lapisan tipis yang terapung pada permukaan yang semakin lama akan semakin tebal. Nata De Coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri dari senyawa selulosa (dietry fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata.
Semula industri nata de coco dimulai dari adanya industri rumah tangga yang menggunakan sari buah nenas sebagai bahan bakunya. Produk ini dikenal dengan nama nata de pina. Dikarenekan nenas sifatnya musiman, pilihan itu jatuh kepada buah kelapa yang berbuah sepanjang tahun dan dalam jumlah yang cukup besar serta ditemukan secara merata hamper diseluruh pelosok tanah air. Di skala industri, nata de coco sudah dikenal sejak diperkenalkannya pada tahun 1975. tetapi, sampai saat ini, industri nata de coco masih tergolong sedikit (di Indonesia). Padahal jika melihat prospeknya dimasa mendatang cukup enggiurkan. Akhir-akhir ini, Negara berkembang sedang melirik industri nata de coco.
Pada prinsipnya untuk mengha-silkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu disediakan media yang dapat mendukung aktivitas Acetobacter xylinum untuk memproduksi selulosa ekstra seluler atau yang kemudian di sebut nata de coco.
Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon(C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai nata.
Nata yang dihasilkan tentunya bisa beragam kualitasnya. Kualitas yang baik akan terpenuhi apabila air kelapa yang digunakan memenuhi standar kualitas bahan nata, dan prosesnya dikendalikan dengan cara yang benar berdasarkan pada factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum yang digunakan. Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal, dan prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata tanpa meninggalkan residu sedikitpun. Oleh sebab itu, definisi nata yang terapung di atas caian setelah proses fermentasi selesai, tidak berlaku lagi.
Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam asetat. Pada ummumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai suplemen pembuatan anta de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa karbohidrat sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata. Adapun dari segi warna yang paling baik digunakan adalah sukrosa putih. Sukrosa coklat akan mempengaruhi kenampakan nata sehingga kurang menarik. Sumber nitrogen yang dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata dapat berasal dari nitrogen organic, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun Nitrogen an organic seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan ammonium slfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber nitrogen organic. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik ada yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud adalah murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organic dan anorganik lain bias digunakan.
Acetobacter Xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar , micron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bias membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil dan dengan pewarnaan Gram menunjukkan Gram negative.
Bakteri ini tidka membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Factor lain yang dominant mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian.
Factor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter Xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperature, dan udara (oksigen. Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bias berasal dari bahan organic seperti ZA, urea. Meskipun bakteri Acetobacter Xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5, namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum pada suhu 28 – 31 0 C. bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi.

Daftar pustaka

Astawan M. 20 Feb 2004. Nata De Coco yang Kaya Serat. Kompas: 10 (klm 7‐8)
          Jumadi, Oslan dkk. 2015. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Jurusan Biologi FMIPA                    UNM. Makassar.
Purnomo, Bambang, 2011. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Pertanian UNIB.                       Bengkulu
Suarsini, Endang. 2010. Bioremediasi Limbah Air kelapa Sebagai Bahan Baku Pembuatan                 Nata De coco. Malang. FMIPA UM.
Susilawati L, Mubarik NR. 2002. Pembuatan Nata de Coco dan Nata de Radia. Laboratorium             mikrobiologi, Jurusan Biologi FMIPA IPB, Bogor.

Pengolahan Brem padat

Pengolahan Brem padat





Proses Fermentasi Brem Padat

Proses fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan brem. Proses fermentasi meliputi empat tahap penguraian. Tahap pertama, molekul-molekul pati akan dipecah menjadi dekstrin dan gula-gula sederhana. Proses ini merupakanhidrolisis enzimatis.
Tahap kedua, gula yang terbentuk akan diolah menjadi alkohol. Tahap ketiga, alkohol kemudian diubah menjadi asam organik oleh bakteri Pediococcus danAcetobacter melalui proses oksidasi alkohol. Tahap keempat, sebagian asam organik akan bereaksi dengan alkohol membentuk cita rasa yang khas, yaitu ester. 
Enzim yang mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida selama fermentasi adalah enzim zimase yang dihasilkan oleh khamir Saccharomyces cereviseae. Dalam proses fermentasi, selain alkohol, juga terbentuk asam piruvat dan asam laktat. Asam piruvat adalah produk antara yang terbentuk pada hidrolisis gula menjadi etanol dan dapat diubah menjadi etanol atau asam laktat. Perubahan asam piruvat menjadi asam laktat dikatalisis oleh bakteri Pediococcus pentasaeus.

 Bahan Baku Pembuatan Brem Padat
Bahan baku yang sering digunakan dalam pembuatan brem adalah beras ketan (Oryza sativa var glutinosa), baik beras ketan putih maupun hitam. Jenis umbi-umbian jarang digunakan. Beras ketan merupakan beras dengan kadar amilopektin yang sangat tinggi, nasinya sangat mengilap, sangat lekat, dan kerapatan antarbutir nasi tinggi, sehingga volume nasinya sangat kecil. Rasio antara amilosa dan amilopektin dapat menentukan tekstur, pera, dan lengket atau tidaknya nasi. Semakin kecil kadar amilosa atau semakin tinggi amilopektin, semakin lengket nasinya. Sifat kelengketan beras ketan menentukan baik buruknya produk brem padat. 
Hasil penelitian Winarno (1982) menunjukkan bahwa zat kimia yang paling banyak terdapat dalam brem padat adalah gula, pati terlarut, dan asam laktat. Brem padat merupakan sumber gula yang baik. Di dalam 100 gram brem terkandung 65,18 g gula, sehingga rasanya manis dan sekaligus sebagai sumber energi yang baik. Komposisi kimia brem padat dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 

Tabel 1. Komposisi Kimia per 100 gram brem padat
Senyawa kimia
Kadar (%)
Gula (g)
65,18
Pati (g)
4,56
Air (g)
18,87
Total asam (g)
1,58
Lemak (g)
0,11
Protein (g)
0,42
Padatan terlarut (g)
1,34

  Cara Pembuatan Brem Padat
Tahapan pembuatan brem padat adalah pencucian dan perendaman beras ketan, pengukusan, peragian dan fermentasi, pengepresan, pemekatan, pengadukan, pencetakan dan pengemasan. Tahapan pembuatan brem padat dapat diuaraikan sebagai berikut:
   1.       Pencucian dan Perendaman
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran yang terikut pada bahan baku sedangkan perendaman berperan dalam hidrasi molekul pati untuk memudahkan proses gelatinisasi. Perendaman dapat menyebabkan hidrasi pada granula pati sehingga pati dapat tergelatinisasi dengan baik jika dipanaskan, jumlah air yang terserap 30%. 
   2.       Pengukusan
Proses pengukusan dapat mensterilkan bahan baku sehingga dapat mengontrol tahap fermentasi lebih baik. Beras yang masak atau tanak dapat diperoleh dari pengukusan selam 30 – 60 menit dihitung saat uap air mulai terpenetrasi ke dalam bahan. Selama pengukusan beras akan menyerap air 7% – 12% dari berat awal pengukusan. Total penyerapan air sebanyak 35 – 40% dapat menghasilkan beras tanak yang baik untuk difermentasikan.
Menurut Winarno (1992), gelatinisasi pati adalah proses pembengkakan granula pati yang bersifat irreversibble. Apabila suspensi pati dalam air dipanaskan akan terjadi tiga tahapan pengembangan granula. Tahap pertama terjadi di air dingin, garnula pati akan menyerap air sebanyak 25% - 30% dari beratnya. Tahap ini bersifat reversibble. Tahap kedua terjadi pemanasan sampai suhu 65°C. Pada tahap ini mulai terjadi pembengkakan granula yang bersifat irreversibble. Selama fase ini terlihat perubahan granula dan sebagian besar molekul pati terlarut terlepas keluar dari granula. Tahap ketiga terjadi pada pemanasan di atas 65°C. Pada fase ini terjadi pembengkakan garnula pati yang luar biasa dan pada akhirnya granula pati akan pecah.
   3.       Peragian dan Fermentasi
Ragi diberikan setelah bahan yang dikukus dingin. Ragi terlebih dahulu dihaluskan untuk memudahkan inokulasi (Haryono, 1994). Brem padat dapat diperoleh penggunaan ragi 0,5% dengan waktu fermentasi yang cukup panjang (Harijono,Wijayana, Purwaningsih dan Wibawanto, 1994).
Menurut Fardiaz, Sasmito dan Sugiyono (1996) proses utama pada fermentasi tape terbagi dua tahap yaitu, tahap pertama merupakan pemecahan pati menjadi gula sederhana yang menimbulkan rasa manis dan membentuk cairan dimana konversi pati menjadi gula sederhana dilakukan oleh kapang dengan enzim amilase. Tahap berikutnya fermentasi sebagian gula menjadi asam organik, alkohol dan senyawa- senyawa cita rasa. Konversi gula menjadi alkohol dilakukan oleh khamir. Pemecahan gula menjadi alkohol ini melalui proses yang disebut glikolisis dimana gula diubah menjadi etil alkohol. Proses glikolisis ini cenderung terjadi pada kondisi anaerob. Proses esterifikasi pada fermentasi tape antara asam dan alkohol menghasilkan ester yang membentuk cita rasa khas tape. 
   4.       Pengepresan dan Pemekatan
Pengepresan dimaksudkan untuk mendapatkan air/sari tape. Pengepresan dilakukan secara perlahan – lahan sehingga filtrat yang keluar akan lebih banyak. Menurut Soesanto dan Saneto (1994), ekstraksi cairan tape dengan cara pengepresan ditujukan untuk mendapatkan cairan tape sebanyak – banyaknya.
Pemekatan bertujuan untuk mengurangi sebagian air yang ada. Pemekatan dilakukan dengan pemanasan sampai didapatkan konsentrasi tertentu. Selama proses pemekatan terjadi reaksi maillard (reaksi antara gula reduksi dan asam – asam amino yang distimulasi dengan pemanasan) sehingga semakin lama pemekatan, maka pembentukkan warna coklat semakin sempurna. Proses tersebut menimbulkan flavor khas pada brem. Proses pemekatan dilakukan dengan pemanasan pada suhu 90°C selama tiga jam.
   5.      Pengadukan
Proses pengadukan bertujuan untuk memperoleh kristal – kristal  yang baik, pengadukan yang kuat pada larutan pekat akan menimbulkan kristal – kristal  kecil dengan tekstur halus. Apabila larutan tersebut mencapai titik jenuh maka kristal akan terbentuk karena adanya tenaga yang menyebabkan bergabungya komponen – komponen terlarut membentuk inti kristal.
   6.       Pengemasan
Pengemasan brem tergolong sederhana. Apabila menggunakan pengemasan biasa, produk diletakkan di atas kertas roti dan karton, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik jenis Low Density Polyethylene (LDPE).

Tabel 1. Standar Mutu Brem Padat Indonesia
Kadar Air
Max 16%
Kadar Abu
Max 0,5%
Jumlah Karbohidrat dihitung sebagai Pati
60 – 70 %
Pemanis Buatan Tidak ternyata Derajat asam (ml NaoH 1 N/100 gram)
Max 15 %
Bagian tak Terlarut dalam Air
Max 1 %
Logam Berbahaya (Cu, Pb, Hg, Zn dan As)
0
Jamur / bakteri bentuk Coli
0

Brem sebagai makanan beralkohol, jika dikonsumsi secukupnya, bermanfaat mencegah stroke dan penyakit jantung. Sebaliknya, menjadi mudarat dan penyebab penyakit-penyakit tersebut bila kita berlebihan mengonsumsinya.
Nah dampak negatif dan kerugian dari mengkonsumsi makanan atau minuman ber-alkohol tinggi tentu diantara kita jg sudah sangat mengetahui. Untuk itu maka sangat disarankan untk mengkonsumsi minuman ber-alkohol secara bijak dan sesuai dgn aturan. Indikator yg baik untk efek yg terjadi setelah mengkonsumsi minuman ber-alkohol adalah mengukur kadar / kandungan alkohol dlm darah. Pada saat kandungan alkohol dlm darah mencapai 5% (5 bagian alkohol per 100 bagian cairan darah), pengkonsumsi akan mengalami sensasi positif yaitu rileks dan mengalami euforia. Saat kandungan alkohol sudah di atas 5% peminum akan kehilangan kendali dlm berbicara, keseimbangan badan dan jg emosi tak terkendali. Naik lagi 0,1% peminum akan mabuk total, 0,2% bisa menyebabkan pingsan, hingga 0,3% bisa menyebabkan koma dan jika mencapai kenaikan 0,4% kemungkinan terbesar si peminum akan tewas.
 
DAFTAR PUSTAKA
          Djutikah, E., Bintarawati, B. D., dan Pattinggi, R., 1998. Pengembangan Proses dan Peralatan Pembuatan Kue dan Minuman Brem dari Buah-buahan Tropis. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Surabaya.
         Fardiaz, S., Sasmito, Y. A. dan Sugiyono., 1996. Studi Fermentasi Tape Rendah Alkohol.Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, 1 (1) : 27 – 33.
         Harijono, Wijayana. S., Purwaningsih. I. dan Wibawanto. A., 2000. Pengaruh Penambahan Sorgum Dan Kepekatan Adonan terhadap kualitas Brem Padat. Jurnal Makanan Tradisional Indonesia Vol. 1 no. 1.
        Setyorini, 2003. Pengaruh Proporsi air Tape (Ubi Jalar dan Ketan) dan Lama Pengadukan Terhadap Kualitas Brem Padat. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.
         Sudarmadji, S., Kasmidjo, R., Sardjono., Wibowo, D., Margiono, S., dan E. S. Rahayu., 1989. Mikrobiologi  Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
           Susanto. T, dan Saneto, B., 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya.
           Winarno. F.G. dan Fardiaz, S., 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.
           Winarno. F.G., 1982. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia. Jakarta.
           Winarno. F.G., 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia. Jakarta.

Senin, 20 Februari 2017

DI UMUR KE 20 (20-02-2017)

HARI INI TEPAT USIA KU 20 TAHUN DI TANGGAL 20 FEBUARI 2017, HARAPAN KU SALAH SATU NYA YANG SELALU KU RINDUKAN YAITU SEMOGA NANTI NYA BERKUMPUL BERSAMA KELUARGA , BERSAMA KEDUA ORANG TUA, BERSAMA DENGAN SEMUA ORANG-ORANG YANG KUSAYANGI BERKUMPUL DI SURGA NYA ALLAH

SEPERTI TAHUN TAHUN YANG LALU SEMENJAK 12 TAHUN YANG LALU SEJAK AKU BERUMUR 8 TAHUN DI TAHUN TAHUN SELANJUT NYA AKU KEHILANGAN SOSOK YANG SANGAT KU RINDUKAN, YANG PASTI NYA DI DAMBA DAMBAKAN OLEH SEMUA ANAK, TAPI AKU MASIH BISA BAHAGIA KARENA MASIH MEMPUNYAI ORANG ORANG YANG MASIH MENYAYANGI KU,

DI UMUR YANG KE 20 INI, AKU TIDAK PANDAI MELUAPKAN KERINDUAN KU LEWAT KATA KATA, SEMUA NYA HANYA MAMPU KU EKSPRESIKAN DI DALAM SUJUD KU, BERHARAP SOSOK YANG KU RINDUKAN JUGA MERINDUKAN KU,

SINGKAT CERITA KU HARI INI, HARI PERTAMA DI USIA 20 TAHUN, SEPERTI HARI HARI BIASA, TIDAK ADA YANG SANGAT SPESIAL YANG KU ANGGAP TERJADI HARI INI, WALAUPUN HARI INI BANYAK MENDAPAT UCAPAN SELAMAT DAN DOA DOA DI USIA KE 20 INI, DARI ORANG ORANG TERDEKAT , ENTAK ITU SAHABAT, TEMAN, KELUARGA DAN ORANG ORANG YANG KU SAYANGI LAIN NYA, TAPI JAUH DI LUBUH HATI KU AKU SANGAT RINDU SOSOK ITU , SOSOK YANG MENYAYANGI KU TANPA BATAS,, IBU AKU KANGEN

TEPUNG KENTANG

MAKALAH
TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN
PROSES PENGOLAHAN TEPUNG KENTANG









Di susun oleh:
Nama : Fitri Ulandari
Nim : 1503035037


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA

2017

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................ i
DAFTAR TABEL ........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A.Latar Belakang .......................................................................................... 1
B.Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II BAHAN,ALAT DAN METODE PERCOBAAN .......................... 5
A.Bahan-bahan Yang Di Gunakan ............................................................... 5
B.Alat-alat Yang Di Gunakan ...................................................................... 5
C.Metode Percobaan .................................................................................... 6
BAB III PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN.......................................... 8
A.Hasil Pengamatan...................................................................................... 8
B.Pembahasan.............................................................................................. 9
BAB IV PENUTUP...................................................................................... 23
A.Kesimpulan................................................................................................ 23
B.Saran.......................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 24


DAFTAR TABEL
Rata-rata kandungan nutrisi yang terdapat pada kentang.............................. 3
Hasil pengamatan pembuatan tepung ........................................................... 8
Standar mutu tepung ..................................................................................... 10
Kandungan kimia kentang ............................................................................ 12


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kentang merupakan salah satu dari 4 tanaman pokok yang banyak ditanam di dunia, dengan luas lahan sekitar 20 milyar hektar dan produksi mencapai 300 milyar ton. Sebagian besar kentang diproduksi oleh Negara-negara Eropa dan negara di Amerika Utara sedangkan produksi kentang terbesar di Asia dihasilkan oleh Cina dan India (Diputri, 2013).
Kentang sebagian besar diolah dan dikonsumsi hanya sebatas menjadi sayuran ataupun berupa olahan makanan tradisional yang dikembangkan berdasarkan kebiasaan dan resep tradisional. Namun saat ini telah dikembangkan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai ekonomi kentang, dimana kentang diolah menjadi tepung kentang. Di Negara-negara Eropa pada khususnya, industri pengolahan kentang menjadi tepung kentang yang kemudian diolah menjadi berbagai macam produk terus dikembangkan dari metode sederhana hingga modern (Diputri, 2013).
Kentang dimanfaatkan sebagai tepung karena termasuk umbi-umbian yang banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati sehingga dapat dikeringkan menghasilkan tepung dengan menggunakan beberapa proses. Tetapi kelemahan dari kentang yaitu mengandung banyak air sehingga produk tepung yang dihasilkan akan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan produk tepung dari umbi-umbian lainnya.
Dibandingkan dengan bahan baku lain seperti jagung, gandum, ubi dan lainnya, tepung kentang ini memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah, suhu gelatisasi yang rendah serta dapat disimpan dengan kandungan air yang tinggi tanpa menimbulkan bau apek. Selain itu, dibandingkan dengan tepung dengan bahan baku lainnya, tepung kentang memiliki butiran tepung yang lebih besar (Diputri, 2013).
Tepung kentang ini banyak digunakan untuk bahan baku pembuatan snack, makanan bayi, mie instan, saus, makanan rendah kalori, makanan ternak. Selain itu tepung kentang ini juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik kemasan, pembalut wanita, kapsul untuk industri obat-obatan , kertas dan bahan-bahan bangunan dalam industri tekstil (Diputri, 2013).
Proses pengeringan merupakan proses pangan yang pertama kali dilakukan untuk mengawetkan makanan. Selain untuk mengawetkan bahan pangan yang mudah rusak atau busuk pada kondisi penyimpanan sebelum digunakan, pengeringan pangan juga menurunkan biaya dan mengurangi kesulitan dalam pengemasan, penanganan, pengangkutan dan penyimanan, karena, dengan pengeringan bahan menjadi padat dan kering, sehingga volume bahan lebih ringkas, mudah dan hemat ruang dalam pengangkutan, pengemasan maupun penyimpanan. Di samping itu banyak bahan pangan yang dikonsumsi setelah dikeringkan, seperti teh, kopi, coklat dan beberapa jenis biji-bijian. (Wirakartakusumah, 2012).
Pengeringan bahan hasil pertanian sering dilakukan sebagai usaha pengawetan, proses pengeringan bisanya dilanjutkan dengan proses penepungan guna mengahasilkan bahan yang siap untuk diolah lebih lanjut (Desrosier, 2012).
Dengan cara pengeringan atau penepungan, bahan hasil pertanian (sayur mayur) tersebut memiliki keuntungan tersendiri, yaitu daya tahannya dapat bertahan lama, pertumbuhan mikroorganismenya dapat dihambat. Karena kebanyakan sayur mayur sifatnya mudah rusak atau busuk (Desrosier, 2012).
Proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya dapat mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma, tekstur dan penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung kentang selain nilai gizinya, sehingga perlu dicari kondisi pengeringan yang optimum terhadap sifat karakteristik tepung kentang (Desrosier, 2012).
                     Kentang merupakan salah satu dari 4 tanaman pokok yang banyak ditanam di dunia, dengan luas lahan sekitar 20 milyar hektar dan produksi mencapai 300 milyar ton. Sebagian besar kentang diproduksi oleh Negara-negara Eropa dan negara di Amerika Utara sedangkan produksi kentang terbesar di Asia dihasilkan oleh Cina dan India. 

Selain kentang kaya akan kandungan karbohidrat, kentang juga mengandung nutrisi lain seperti protein, mineral (Fe) dan vitamin (B-kompleks dan Vitamin C).  100 gram kentang segar mengandung 2.1 gr protein, 0.3 MJ energi, 25 mg Vitamin C, 0.1 mg Tiamin, 0.02 mg riboflavin, 0.5 mg asam nikotin dan 0.1 mg zat besi. Nilai kandungan nutrisi kentang bervariasi tergantung dari varietas, cara penyimpanan, musim tanam, jenis tanah, pemberian pupuk dan pola tanam.
Kandungan                 Nilai Rata-rata (%)
Air                                           80
Protein                                     18
Lemak                                     2
Karbohidrat                              0.1
Vitamin dan Mineral               0.1

Rata-rata kandungan nutrisi yang terdapat pada kentang.










Kentang sebagian besar diolah dan dikonsumsi hanya sebatas menjadi sayuran berupa olahan makanan tradisional yang dikembangkan berdasarkan kebiasaan dan resep tradisional. Namun saat ini telah dikembangkan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai ekonomi kentang, dimana kentang diolah menjadi tepung kentang. Di Negara-negara Eropa pada khususnya, industri pengolahan kentang menjadi tepung kentang yang kemudian diolah menjadi berbagai macam produk terus dikembangkan dari metode sederhana hingga modern.

Dibandingkan dengan bahan baku lain seperti jagung, gandum, ubi dan lainnya, tepung kentang ini memiliki kandungan protein dan lemak yang rendah, suhu gelatisasi yang rendah serta dapat disimpan dengan kandungan air yang tinggi tanpa menimbulkan bau apek. Selain itu, dibandingkan dengan tepung dengan bahan baku lainnya, tepung kentang memiliki butiran tepung yang lebih besar.

B.  Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pembuatan tepung adalah untuk menurunkan kadar air pada bahan pangan sampai batas tertentu sehingga menjadi tepung kentang yang bermutu bagus.
C.  Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan pembuatan tepung berdasarkan perpindahan panas secara konduksi dan konveksi dan berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan dilanjutkan dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh, sehingga bahan berbentuk tepung.




BAB II
BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

A.  Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain kentang, air, dan natrium bisulfit (NaHSO3).
B.  Alat-alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
1. Kompor
2. Timbangan
3.Baskom
4.Pisau
5.Slicer
6.Piring
7.Sendok
8.Plastik sampel
9.Panci
10.Tunnel dryer
11.Tray
12.Blender
13.Ayakan 100 mesh.
C. Metode Percobaan
1. Kentang disortasi untuk menghilangkan kotoran dan benda asing yang tertempel pada kentang.
2. Setelah kentang disortasi kemudian dilakukan trimming dimana kentang dikupas dari kulitnya.
3. Kentang yang telah dikupas kemudian dicuci dengan air bersih agar kotorannya hilang dan kentang menjadi bersih.
4. Setelah kentang dibersihkan kemudian kentang ditimbang untuk mengetahui berat basisnya.
5. Kentang diris-iris tipis dengan menggunakan alat slicer agar kentang mudah untuk dikeringkan pada saat tahap pengeringan.
6. Kentang yang sudah diris dibagi 4 bagian untuk dilakukan 4 pelakuakn yaitu direndaman dengan air selama 15 menit, direndaman dengan natrium bisulfit selama 15 menit, diblanching selama 2 menit serta direndam dengan natrium bisulfit 15 menit dan  diblanching 2 menit tujuannya pelakukan ini yaitu untuk menonaktifkan enzim yang dapat menyebabkan pencoklatan pada kentang.
Kentang direndam dengan natrium bisulfit dilakukan dalam waktu 15 menit.  Perendaman dengan Natrium Bisulfit, Kentang yang diblanching dilakukan dalam waktu 2 menit.
Blanching
Kentang direndam dengan natrium bisulfit selama 15 menit kemudian diteruskan dengan diblanching selama 2 menit.
7. Kentang yang dilakukan 4 pelakukan tersebut masing-masing ditiriskan dan disusun dalam masing-masing tray untuk dikeringkan.
8. Setelah kentang disusun dalam tray kemudian dikeringakan dalam alat tunne  dryer selama 6 - 7 jam.
9. Setelah kentang kering kemudian kentang di tumbuk atau dihancurkan dengan blander agar kentang kering tersebut menjadi tepung.
10. Tepung kentang yang dihasilakn kemudian diayak agar bentuk butiran tepungnya seragam.
Setelah tepung kentang diayak, kemudian masing-masing tepung kentang dengan pelakaukan yang berbeda-beda ditimbang. Hasil tepung yang ditimbang adalah tepung yang lolos dari ayakan.
12. Setelah penimbangan dialakukan pengangamatan pada masing-masing tepung kentang tersebut mulai dari sifat organoleptik, persen produk, berat produk dan lain-lain.


BAB III HASIL
PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Pengamatan
No.
Analisa
Hasil
1.
Pelakuan
Perendaman dengan Air
Perendaman dengan
Na-Bisulfit
Blanching
Perendaman dengan
Na- Bisulfit + Blanching
2.
Nama Produk
Tepung Kentang
Tepung Kentang
Tepung Kentang
Tepung Kentang
3.
Basis
207,5 gram
207,5 gram
207,5 gram
207,5 gram
4.
Bahan Utama
Kentang
Kentang
Kentang
Kentang
5.
Bahan Tambahan
-
Natrium bisulfit
-
-
6.
Berat Produk
31,2 gram
31,2 gram
31,1 gram
30,3 gram
7.
Persen Produk
15%
15%
14,98%
14,6%
8.
Organoleptik
8.1. Rasa

8.2. Warna

8.3. Tekstur
8.4. Aroma

8.5.Penampakan

Tidak terasa kentang
Coklat kehitaman
Agak halus
Agak tercium khas kentang
Coklat kehitaman

Tidak terasa kentang
Coklat muda

Halus
Agak tercium khas kentang
Coklat muda

Terasa khas kentang
Coklat agak kusam
Kasar
Tercium khas kentang
Coklat agak kusam

Agak terasa khas kentang
Coklat kehitaman
Agak kasar
Agak tercium khas kentang
Coklat kehitaman
Tabel 1. Hasil Pengamtan Pembuatn Tepung Kentang

B. Pembahasan




Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pembuatan tepung dari bahan baku kentang dengan perendaman air seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan perendaman Na-bisulfit seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,1 g dengan persen produk 14,98 %, dan dengan perendaman Na-bisulfit dan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 30,3 g dengan persen produk 14,6 %.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dengan menggunakan empat pelakuan dapat disimpulkan bahwa tepung kentang yang dilakukan dengan pelakukan perendaman dengan Na-bisulfit yang paling baik dibandingkan dengan pelakukan lainnya yang dilihat dari warna, penampakan dan banyaknya produk yang dihasilkan. Dilihat dari aroma dan rasa tepung yang baik adalah tepung kentang yang dihasilkan dari pelakukan blanching karena dengan pelakukan ini aroma dan rasa kentang terasa pada tepung yang dihasilkan. Kenapa tepung kentang yang dihasilkan dari perendaman Na-bisulfit yang paling bauik karena fungsi adri Na-bisulfit itu sendiri yaitu untuk menonaktifkan enzim polifenolase yang menyebabkan pencoklatan pada kentang.
Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Prosedur pembuatan tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan. Namun, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama bahan pangan yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan kedua bahan pangan yang tidak mudah menjadi coklat.
Tabel 2. Standar Mutu Tepung
Kriteria Uji
Satuan
Pesyaratan
Keadaan :
Bentuk
Bau
Rasa
Warna

-
-
-
-

Serbuk
Normal (bebas dari bau asing)
Normal (bebas dari bau asing)
Normal
Benda Asing
-
Tidak boleh ada
Serangga dalam semua bentuk stadia atau potongan-potongann yang tampak *)
-
Tidak boleh ada
Kehalusan lolos ayakan 212 milimikron
-
Min. 95%
Air
%,b/b
Maks, 14,5 %
Abu
%,b/b
Maks. 0,6 %
Protein (Nx5,7)
%,b/b
Min. 7,0 %
Keasaman
MgKOH/100g
Maks. 500/100 g contoh
Faling number
Detik
Min. 300
Besi (Fe)
Mg/kg
Min. 50
Seng (Zn)
Mg/kg
Min. 30
Vitamin B1 (thiamin)
Mg/kg
Min. 2,5
Vitamin B2 (riboflavin)
Mg/kg
Min. 4
Asam folat
Mg/kg
Min. 2
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Raksa (Hg)
Tembaga (Cu)

Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg

Maks 1,10
Mak. 0,05
Mak. 10
Cemaran Arsen
Mg/kg
Maks. 0,5
Cemaran Mikroba
Angka Lempeng Total
E.Coli
Kapang

Koloni/g
APM/g
Koloni/g

Maks. 10.6
Maks. 10
Maks. 10.4
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, SNI 01-3751-2000

Tabel 3. Kandungan Kimia Kentang
Komponen
Kadar
Air
80%
Karbohidrat
18%
Protein
2,4%
Lemak
0,1%
Vitamin C
31 mg/100gr
Kalsium (Ca)
26 mg/100gr
Fosfor (P)
49 mg/100gr
Besi (Fe)
1,1 mg/100gr
Kalium (K)
449 mg/100gr
Natrium
0,4 mg/100gr


Dilihat dari kandungan air yang terdapat dalam kentang mengakibatkan tepung yang dihasilkan dalam pembutan tepung kentang ini sedikit karena banyak air yang dikelurkan pada saat pengeringan. Jadi rata-rata produk yang dihasilkan dalam pembuatan tepung yaitu 15% dari berat kentang sebelum pengeringan.
Pada umumnya, umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning enzimatis). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol oksidase. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara dengan cara merendam dalam air (atau larutan garam 1% dan atau menginaktifkan enzim dalam proses blansir)
Percobaan yang dilakukan dalam pembutan tepung kentang yaitu menggunakan empat pelakukan yaitu perendaman dengan air, perendaman dengan Na-bisulfit, pelakukan blanching, dan perendaman dengan Na-bisulfit yang dilanjutkan dengan blanching semuanya bertujuan untuk menghambat terjadinya proses pencoklatan secara enzimatis maupun non-enzimatis sehingga tepung yang dihasilakn akan memiliki warna putih. Karena warna putih pada tepung merupakan hal yang diinginkan oleh konsumen.
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82–93oC selama 3–5 menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3–5 menit atau mengukusnya selama 3–5 menit. Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan.
Tabel 4. Perbandingan antara Steam Blancher dan Hot-Water Blancher
Peralatan
Keuntungan
Kerugian
Steam Blancher
Kehilangan komponen larut air dapat ditekan Produksi limbah lebih rendah (biaya pembuangan limbah lebih murah) Lebih mudah untuk dibersihkan
Bahan pangan hanya mengalami proses pencucian dan pembersihan secara terbatas Memerlukan biaya modal yang lebih tinggi Mungkin terjadi proses blansir yang tidak merata jika jumlah produk yang diblansir cukup besar Penggunaan energi panas dari uap panas kurang efisien
Hot-water blancher
Biaya modal lebih rendah Penggunaan energi panas dari air panas lebih efesien
Kerusakan/ kehilangan komponen larut air cukup tinggi (termasuk vitamin, mineral dan gula) Jumlah limbah dan biaya pengolahan limbah tingggi Terdapat resiko kontaminsasi bakteria, terutama bakteria termofilik

Pengeringan yang dilakukan dalam pembuatan tepung kentang yaitu bertujuan untuk mengurangi kadar air kentang sampai batas tertentu sehingga kentang yang sudah kering dapat digiling sehingga berbentuk tepung yang memiliki kehalusan yaitu lolos pada ayakan 100 mesh. Berdasarkan SNI tepung yang baik adalah salah satunya memiliki kehalusan yang lolos ayakan 212 mikron sebanyak 95%. 212 mikron adalah ayakan dengan nomer mesh 70 mesh.
Sebelum penmgeringan sampel kentang terlebih dahulu di kupas dan diiris tipis dengan menggunakan slicer tujuannya untuk memperbanyak permukaan bahan sehingga mempercepat pengeringan. Banyaknya permukaan bahan mempengaruhi kecepatan pengeringan karena banyak bahan yang kontak dengan panas sehingga banyak pula air yang diuapkan. Selain itu ketebalan bahan yang akan dikeringkan juga mempengaruhi kecepatan pengeringan makin tebal bahan yang dikeringkan maka makin lama proses pengeringannya, oleh karena itu kentang dilakukan pengerisisan setipis mungkin agar pengeringan berlangsung secara cepat.
Pengeringan merupakan proses pengeluran air dari sutu bahan pangan menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pangan dapat dicegah dari serangan jamur, enzim dan aktivitas serangga. Pengeringan diartikan juga sebagai proses pemisahan atau pengeluaran air dari suatu bahan yang jumlahnya relatif kecil dengan menggunakan panas atau diartikan sebagai suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali, untuk mengeluarkan air dalam bahan pangan melalui evaporasi dan sublimasi (Effendi, 2009).
Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber panas dan penerima uap cairan. Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material. Dalam pengeringan, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan. Material biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering .
Pengeringan makanan memiliki tujuan adalah sebagai sarana pengawetan makanan. Mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan makanan tidak dapat berkembang dan bertahan hidup pada lingkungan dengan kadar air yang rendah. Selain itu, banyak enzim yang mengakibatkan perubahan kimia pada makanan tidak dapat berfungsi tanpa kehadiran air (Geankoplis, 2010).
Bahan pangan terdiri dari bahan kering ditambah sejumlah air. Air dalam bahan pangan merupakan bagian seutuhnya dari bahan pangan itu sendiri. Air tersebut terdapat air bebas dana air terikat. Air bebas terdapat dibagian permukaan bahan atau benda padat, diantara sel-sel maupun dalam pori-pori, air mudah teruapkan pada pengeringan. Air terikat yaitu air yang terikat secara fisik menurut system kapiler atau absorpsi karena adanya tenaga penyerapan. Air terikat secara kimia yaitu air yang berada dalam bahan dalam bentuk kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid. Air terikat ini dapat berikatan dengan protein, selulosa, zat tepung, pektin, dan sebagian zat-zat yang terkandung dalam bahan pangan. Air tersebut memang sulit untuk dihilangkan, karena harus memerlukan beberapa perlakuan seperti halnya terhadap beberapa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengeringan antara lain suhu, kelembaban dan kegiatan membalik-balik bahan seperti pengeringan ikan, gabah, kopi, dan lain-lain (Effendi, 2009).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air), pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan), sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban, dan kecepatan udara),  dan karakteristik alat pengering (efisiensi pemindah panas) (Buckle, 2011).
Proses pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan kelembaban udara kering dalam alat pengering dengan bahan yang dikeringka, selain itu karena adanya perpindahan panas dari udara kering ke bahan basah sehingga bahan basah akan menguap. Pengeringan juga dapat terjadi karena peningkatan suhu pada tekanan 1 atm hingga mencapai 100oC mampu mengubah keadaan air menjadi uap.
Mekanisme pengeringan ketika benda basah dikeringkan secara termal, ada dua proses yang berlangsung secara simultan, yaitu :
1.      Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat di permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat berlangsung secara konduksi, konveksi, radiasi, atau kombinasi dari ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara
2.      Perpindahan massa  air yang terdapat di dalam benda ke permukaan
Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan menentukan mekanisme aliran internal air
Bahan pangan yang dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, aroma, tekstur dan vitamin-vitamin menjadi rusak atau berkurang. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi-reaksi browning, baik enzimatik maupun non enzimatik. Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan kerusakan vitamin C .
Selain penurunan nilai gizi, akibat dari pengeringan juga dapat terjadinya case hardening yaitu bentuk kerusakan yang terjadi apabila penguapan air pada permukaan bahan lebih cepat daripada difusi air dari bagian dalam keluar. Akibat dari peoses case hardening yaitu lapisan permukaan bahan menjdi keras sehingga uap air tidak dapat menembus apabila dikeringkan lebih lanjut.
Ditinjau dari pergerakan bahan padatnya, pengeringan dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengeringan batch dan pengeringan kontinyu. Pengeringan batch adalah pengeringan dimana bahan yang dikeringakan dimasukan ke dalam alat pengering dan didiamkan selama waktu yang ditentukan. Pengeringan kontinyu adalah pengeringan dimana bahan basah masuk secara sinambung dan bahan kering keluar secara sinambung dari alat pengering .
Berdasarkan kondisi fisik yang digunakan untuk memberikan panas pada sistem dan memindahkan uap air, proses pengeringan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:  1) Pengeringan kontak langsung; menggunakan udara panas sebagai medium pengering pada tekanan atmosferik. Pada proses ini uap yang terbentuk terbawa oleh udara. 2) Pengeringan vakum; menggunakan logam sebagai medium pengontak panas atau menggunakan efek radiasi. Pada proses ini penguapan air berlangsung lebih cepat pada tekanan rendah.  Dan  3) Pengeringan beku; pengeringan yang melibatkan proses sublimasi air dari suatu material beku .
Pengeringan yang diguankan dalam percobaan pembuatan tepung kentang yaitu tipe pengeringan batch yaitu dengan menggunakan alat pengering tunnel dryer. Alat ini mengalirkan udara panas diatas bahan dan dikeluarkan di ujung alat. Pengerjaan pengeringan menggunakan tunnel dryermenggunakan rak yang disebut tray. Tray ini berbentuk persegi dan berlubang-lubnag seperti jala yang dirancang agar susunan tray dapat dilewati udara pengering.
Tunnel dryer berupa ruangan yang mirip dengan lorong atau terowongan. Bahan yang dikeringkan pada lori atau kereta yang bergerak dalam terowongan, kemudian dihebuskan oleh aliran udara panas pada suhu yang dikendalikan sesuai dengan bahan pangan yang dikeringkan. Alat pengering lorong atau tunnel terdiri dari terowongan panjang, dimana makanan padat dapat berjalan bertentangan dengan udara panas, maupun dalam arah yang sama dengan udara panas. Makanan yang keluar dari lorong sudah menjadi kering. Alat pengering ini digunakan untuk mengeringakn bahan pangan nabati seperti buah-buahan dan sayuran dan bahan pangan hewani seperti ikan, udang dan lainnya yang bekerja semi kontinyu. Bahan pangan diletakan dalam tray dan dimasukan kedalam lori, kemudian lori yang berisi tray dimasukan kedalam alat pengering lorong atau tunnel. Udara yang berasal dari blower dialirkan ke dalam pemanas yang dilengkapi dengan fan dan seterusnya melalui buffle yang berfungsi untuk menyeragamkan aliran udara panas kedalam alat pengering lorong (Effendi, 2009).
Kentang yang sudah kering dapat digiling dengan mengguankan blander agar didapat hasil menjadi tepung. Tepung yang dihasilkan dari proses pengeringan ukuranya tidak langsung seragam, tetapi berbeda-beda, ada yang sudah halus dan ada juga yang masih kasar (partikel berukuran besar). Untuk menyeragamkan ukuran partikel tepung dialkukan pengayakan dengan menggunakan ayakan dengan ukuran lubang 100 mesh, tepung kentang yang masih kasar terlebih dahulu di destruksi, hingga akhirnya semua tepung dapat melalui lubang pengayak 100 mesh.
Mesh yaitu banyaknya lubang-lubang per 1 inci kuadrat, misalnya ayakan yang digunakan pada percobaan pengayakan menggunakan screen dengan ukuran mesh, yaitu jumlah lubang per 1 inchi kuadrat. Bila yang digunakan mesh 40 maka dalam 1 inchi persegi terdapat 40 lubang persegi.
Berdaskan SNI yang menyatakan bahwa kehalus tepung yang baik adalah yang lolos ayakan 212 mikron sebanyak 95%, diamana 212 mikron merupakan ayakan dengan number mesh 70 mesh maka tepung yang dihasilkan dari percobaan pembuatan tepung kentang sudah masuk kriteria SNI dari segi kehalusan. Selain itu dilihat dari penampakan tepung yang dihasilakn juga masuk kriteria SNI karena warna, aroma, dan rasa tidak ada yang menyimpanag yaitu normal seperti halnya tepung pada umumnya.
Pengayakan merupakan pemisahan berbagai campuran partikel padatan yang mempunyai berbagai ukuran bahan dengan menggunakan ayakan. Proses pengayakan juga digunakan sebagai alat pembersih, pemisah kontaminan yang ukurannya berbeda dengan bahan baku. Pengayakan memudahkan kita untuk mendapatkan tepung dengan ukuran yang seragam. Dengan demikian pengayakan dapat didefinisikan sebagai suatu metoda pemisahan berbagai campuran partikel padat sehingga didapat ukuran partikel yang seragam serta terbebas dari kontaminan yang memiliki ukuran yang berbeda dengan menggunakan alat pengayakan.
Pengayakan dengan berbagai rancangan telah banyak digunakan dan dikembangkan secara luas pada proses pemisahan bahan-bahan pangan berdasarkan ukuran. pengayakan yaitu pemisahan bahan berdasarkan ukuran mesin kawat ayakan, bahan yang mempunyai ukuran lebih kecil dari diameter mesin akan lolos dan bahan yang mempunyai ukuran lebih besar akan tertahan pada permukaan kawat ayakan. Bahan-bahan yang lolos melewati lubang ayakan mempunyai ukuran yang seragam dan bahan yang tertahan dikembalikan untuk dilakukan penggilingan ulang .
Proses saat pembuatan tepung kentang hal yang perlu diperhatikan yaitu bahaya yang dapat mucul pada proses dan membuat mutu dari produk tersebut menjadi kurang baik. CCP (critical control poin) dimana merupakan bahaya yang muncul saat proses dimana perlu ada pengendalian atau tindak lanjut agar produk yang dihasilkan sesuai dan tidak gagal.
CCP pada proses pembuatan tepung kentang, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu saat proses pencuaian harus dilakuakan dengan baik supaya kentang bersih dan terhindar dari kotoran yang menempel yang dapat menimbulkan bahaya saat dilakukan proses selanjutnya. Pada proses reduksi ukuran yang harus diperhatikan yaitu saat kentang di slicer harus cepat dimasukan kedalam air hal ini dimaksudkan agar proses pencoklatan yang terjadi dapat dicegah, sehingga hasil tepung yang didapat menjadi putih bersih.
Tepung merupakan bahan pangan yang bersifat hidroskopis yaitu mudah menyerap air, oleh karena itu dalam penyimpanannya harus dalam keadaan kering. Karena apabila tepung yang kontak dengan air akan mengalami kerusakan seperti terbentuknya gumpalan, tumbuhnya jamur atau kapang, karena kelembaban tinggi maka baunya menjadi apek.
Peeling adalah proses pengupasan kulit pada bahan pangan, tujuan dari peeling adalah untuk membersihkan bahan pangan dari kulit dan kotoran yang tertempel pada kulit. Cara-cara peeling berbacam-macam yaitu dengan pisau, dengan perebusan atau pengukusan terlebih dahulu, perendaman dengan larutan soda kue terlebih dahulu atau perendaman dengan NaOH. Dari keempat pelakukan tersebut memiliki waktu pengupasan berbeda-beda diantaranya dengan pengukusan terlebih dahulu yaitu 39,7 detik, perendaman dengan soda kue yaitu 1 menit 46 detik, perendaman dengan NaOH yaitu 2 menit 14 detik dan tanpa pelakuakn apa-apa yaitu 3 menit 56 detik. Dari kempat cara tersebut yang paling cepat adalah dengan pelakukan perebusan atau pengukusan terlebih dahulu karena kentang yang sudah direbus atau dikukus akan mudah terlepas kulitnya walaupun tanpa alat pembantu seperti pisau. Tetapi kelemahan dari pelakuan ini yaitu daging kentanya juga mudah terangkat saat mengupas kulitnya sehingga banyak kentang yang terbuang selain itu waktu pengupasanpun menjadi lama karena kentang harus direbus atau dikukus terlebih dahulu. Dari segi kepraktisan pengupasan dengan pisau yang paling mudah walaupun pengupasan ini mengakibatkan daging kentang ikut terkupas. Dari semua pelakuan peeling menurut saya yang paling baik adalah dengan pengukusan terlebih dahulu karena hasil pengupasannya lebih bersih dibandingkan dengan pelakuan yang lain.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa cara dianataranya dengan menggunakan metode gravimetri dan metode destilasi. Tetapi yang paling murah dan gampang dalam penentuan kadar air yaitu dengan menggunakan cara metode gravimetri. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 1050-1100C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan .


BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa berdasarkan pembuatan tepung dari bahan baku kentang dengan perendaman air seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan perendaman Na-bisulfit seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,2 g dengan persen produk 15 %, dengan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 31,1 g dengan persen produk 14,98 %, dan dengan perendaman Na-bisulfit dan blanching (pengukusan) seberat 207,5 g kentang didapat produk tepung kentang seberat 30,3 g dengan persen produk 14,6 %.
B. Saran
Pada percobaan ini diperlukan tingkat ketelitian akan metode percobaan yang sangat tinggi, agar hasilnya sesuai dengan literatur yang ada. Sebelum percobaan dimulai, persiapan-persiapan awal seperti penimbangan berat awal dari bahan baku yang akan digunakan harus benar-benar diperhitungkan, karena ketika proses pengeringan berlangsung akan terjadi penyusutan berat bahan, akibatnya jika dari awal berat bahan baku kecil, maka produk tepung yang dihasilkan akan sedikit sekali. Selain itu juga kebersihan dari alat-alat yang akan digunakan sangat penting diperhatikan, agar bahan tidak terkontaminasi oleh benda-benda asing, karena akan mempengaruhi penampakan akhir tepung.


DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K.A, (2011), Ilmu Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Desrosier, N.W, (2012), Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta
Effendi, M. Supli, (2009), Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan, Penerbit Alfabet, Bandung.
Fellow, P., (2012), Food Processing Technology Principles and Practice, Ellis Horwood, New York.
Geankoplis, Christie J., (2010), Transport Processing and Unit Operations, Prentice Hall of India Private Limited, Delhi.
Muchtadi T, (2013), Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, Depdikbud Dirjen Fakultas Teknik Pertanian Institut Teknologi Bogor, Bogor.
Suharto, Ign, (2012), Industri Pangan Dalam Sistem Rantai Makanan, Universitas Pasundan, Bandung.
Winarno, F.G., (2011) Kimia Pangan dan Gizi, , PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirakartakusuma, Aman dkk., (2012), Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.